Melestarikan Budaya sebagai Wujud Syukur kepada Tuhan

 

Melestarikan budaya merupakan salah satu wujud ungkapan rasa syukur manusia kepada Sang Pemberi Kehidupan, yaitu Tuhan. Hal ini terlihat nyata dalam kehidupan berbagai suku di belahan dunia. Sejak dahulu, manusia menyadari bahwa hidup, alam, dan hasil bumi tidak lepas dari perlindungan serta anugerah ilahi. Rasa syukur itu kemudian diekspresikan melalui tarian, nyanyian, dan alunan alat musik yang diwariskan secara turun-temurun.

Bagi masyarakat adat di Papua, misalnya, tarian tradisional bukan hanya hiburan, tetapi bentuk kebersamaan sekaligus penghormatan terhadap Tuhan dan alam yang memberi kehidupan. Di Afrika, suku-suku menggelar tarian dan tabuhan drum untuk merayakan panen melimpah, sementara di Amerika Latin, suku Aztec dan Maya menarikan ritual khusus sebagai permohonan serta rasa syukur kepada dewa-dewa kesuburan.

Hal yang sama juga ditemukan di Asia. Dalam budaya Jepang, festival Shinto selalu diiringi nyanyian dan tarian untuk menghormati roh pelindung desa. Sementara itu, di Nusantara, iringan gamelan dalam upacara adat memiliki makna spiritual mendalam sebagai media penghubung antara manusia dan Sang Maha Pencipta.

Kesamaan pola ini menunjukkan bahwa meski berbeda bahasa, tempat, dan cara, semua manusia memiliki naluri yang sama: mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan lewat seni dan budaya. Oleh karena itu, melestarikan tradisi leluhur bukan sekadar menjaga warisan masa lalu, tetapi juga menjaga nilai-nilai spiritual yang menyatukan manusia dengan Sang Pencipta dan dengan sesama.